close

Inilah Biografi Lengkap Pengarang Kitab Safinatun Najah

Inilah Biografi Lengkap Pengarang Kitab Safinatun Najah

Table of Contents

Kitab Safinatun Najah yang dikarang oleh Syekh Salim bin Abdullah adalah kitab dasar-dasar ilmu fiqih, yang ditulis dengan tujuan untuk mempermudah muslimin untuk mempelajari tentang dasar dari hukum Islam.

Kitab ini ditulis dengan bahasa yang mudah untuk dipahami dan meringkas dasar hukum fiqih secara padat.

Kisah Masa Kecil dan Tempat Kelahiran Pengarang Kitab Safinatun Najah

Pengarang kitab Safinatun Najah bernama Syekh Salim Bin Abdullah Bin Said Bin Sumair Al Hadhrami, Asy-Syafi’i yang merupakan ulama besar dari Yaman yang lebih dikenal dengan syekh Salim Al Hadhromi, beliau ber-mazhab Syafi’i yang merupakan mazhab yang dianut oleh kaum mayoritas di Hadhramaut, yakman.

Syekh salim al hadhtomi juga dikenal sebagai sosok yang sangatlah santun, dan bergelar ‘Al-Mua’llim. Gelar bagi seseorang yang sibuk dengan mengajarkan Alqur’an, dan selain itu beliau juga dikenal sebagai orang yang senantiasa menegakkan berdzikir dan membaca Al-Qur’an.

Seorang ahli fiqih dan juga tasawwuf dengan mazab Syafi’i, seorang yang penyabar, hakim (qhodi) yang adil dan sangatlah zuhud pada dunia, ikhlas dalam mengajar, merupakan seorang pengamat militer negara dan politikus yang handal.

Beliau lahir di desa Dziabuh sebuah desa di kawasan Hadramaut, Yaman, yang kebetulan bisa disebut juga dengan pusat dimana ulama-ulama besar dilahirkan.  Sebelum menjadi terkenal, Pengarang kitab Safinatun Najah ini mengawali kisahnya dari bangku sekolah, dengan belajar Al-Quran dengan pengawasan ayahandanya yang juga ulama besar yang terkenal, Syekh Abdullah bin Sa’ad bin Sumair.

Syekh Salim mampu menyelesaikan masa pembelajarannya di bidang Al-Qur’an dalam waktu yang singkat dan berhasil mencapai derajat yang sangat tinggi dan diberi gelar sebagai Al-Mu’alim. Yang merupakan gelar yang sangat khusus bagi orang yang pakar Al-Qur’an dan mahir serta berkompeten untuk mengajarkannya.

Beliau juga mempelajari ilmu lainnya seperti, bahasa arab, ilmu ushul fiqh, ilmu tassawud, ilmu fiqih, ilmu tafsir dan ilmu taktik militer. Ilmu-ilmu tersebut dipelajari oleh Syekh Salim dari ulama besar terkemuka pada abad ke-13 di daerah Hadramaut, Yaman.

Setelah belajar dan mendalami berbagai jenis ilmu agama, jauh sebelum beliau terkenal sebagai Pengarang kitab Safinatun Najah, Syekh Salim mulai melangkah ke dalam dakwah dan menyandang nama Syekh Al-Qur’an. Beliau selalu mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuannya kepada santrinya setiap hari dengan keikhlasan dan kesabarannya, yang kemudian beliau berhasil mencetak ulama-ulama yang besar dan juga ahli Al-Qur’an pada zamannya.

Karena terkenalnya akan keberhasilannya mencetak ulama masa depan, semakin banyak pula calon-calon santri yang datang dari berbagai kota ke Hadhromi untuk belajar. Beberapa waktu berlalu, dan suatu ketika kerajaan Kasiriyyah meminta Syekh Salim untuk berangkat ke India dan Singapura untuk membeli peralatan perang yang baru dan canggih pada masa itu. Tugas itu membuka jalan untuk Syekh Salim menjadi staf ahli dalam bidang militer kerajaan.

Pengabdian beliau kepada umatnya melalui birokrasi tidaklah merubah beliau akan kebaikannya dan beliau tidak terpengaruh oleh unsur-unsur kedholiman yang sangat merajalela di kalangan mereka dengan berusaha untuk tetap menjadi orang yang kokoh dengan agama, dan memberikan kritikan-kritikan membangun, memberikan nasehat kepada mereka.

Beberapa tahun setelah pengabdiannya Syekh Salim al Hadhromi diangkat menjadi penasehat khusus untuk Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan Abdullah yang berubah kurun dengan waktu, dari seseorang yang mendengarkan segala saran dan nasehat dari Syekh Salim, menjadi seseorang yang berkemampuan untuk menghina, meremehkan dan mengabaikan nasehat dari Syekh Salim.

Karena hal tersebut, terjadilah keretakan dalam hubungan antara penasehat dan sultannya, yang mengakibatkan Syekh Salim mengambil keputusan untuk pergi dan meninggalkan Yaman dan kerajaan Kasiriyyah. Beliau kemudian hijrah ke India untuk beberapa waktu yang tidak diketahui sebelum kemudian beliau memutuskan untuk melanjutkan perjalanan beliau dan hijrah ke Batavia, Indonesia yang nantinya dikenal sebagai Jakarta.

Di mana beliau dengan cepat membangun komunitas dan mendirikan majelis-majelis ilmu dan dakwah yang tersebar luas di pulau Jawa. Hal itu menjadikan Syekh salim menjadi salah satu ulama terbesar di Indonesia yang karena keterpandangannya, banyak orang yang berduyun-duyun datang kepadanya untuk menimba ilmu dan meminta doa dari beliau dan menguatkan posisi beliau sebagai ulama di Batavia pada masanya.

Syekh salim al Hardhomi adalah seseorang yang tegas dalam hal mempertahankan kebenaran, dalam berbagai situasi dan tetap kokoh dengan pendiriannya itu. Beliau tidaklah menyukai tentang ulama-ulama yang bergaul, mendekati dan menjadi budak para pejabat.

Tidaklah asing bagi beliau untuk memberikan kritikan tajam dan nasehat-nasehat kepada para kiyai dan ulama yang memiliki misi dan mondar-mandir dengan pejabat pemerintahan Belanda. Pada saat pemerintahan Belanda, syekh salim tidaklah setuju bagaimana Sayyid Usman bin Yahya, sangatlah membela dan cukup loyal kepada pemerintahan kolonial Belanda, Sayyid Usman yang saat itu menjabat sebagai Mufti Batavia.

Meskipun beliau sangatlah sibuk dalam perannya untuk mengajarkan ilmu Alqur’an, beliau tidaklah kendor dalam soal berzikir kepada Allah SWT dan juga tidaklah melalaikan untuk membaca Al-Quran. Pada tahun 1271H(1855M), beliau wafat di Batavia, namun sebelum ia meninggal dunia, beliau meninggalkan legasi degan bentuk kitab-kitab yang berisi pengetahuan untuk tetap disebarkan.

Di antaranya adalah Kitab Al-Fawaid Al-Jaliyyah dan kitab Safinatun Najah. Syekh Salim tidaklah sekedar terkenal sebagai Pengarang kitab Safinatun Najah, beliau adalah sosok keagamaan yang selalu ingin menyebarkan pengetahuan dan segala hal yang beliau miliki agar pengetahuan beliau tetap hidup, selain itu mencetak ulama-ulama yang bisa di andalkan untuk mengajarkan tentang ilmu keagamaan.

Kitab Safinatun Najah Membahas Tentang?

Kitab safinah sangat terkenal di pesantren tanah air karena penulisannya yang padat, dan mudah dipahami yang membahas tentang hukum fiqih dalam Mazhab Syafi’i. Kitab Safinatun Najah ini berisi tentang fiqih yang membahas beberapa perkara di antaranya yaitu thaharah atau dengan kata lain bersuci.

Yang meliputi cara berwudhu dan syarat-syarat bagaimana kita menggunakan batu untuk bersuci dan menjelaskan hal-hal yang termasuk haram bagi orang yang berhadas, sunnah-sunnah dalam wudhu, nifas dan haid, rukun sholat, niat sholat.

Pengarang kitab Safinatun Najah, juga membahas masalah syarat sah berwudhu, dan fardhu-fardhu dari mandi wajib dan kenapa kita wajib melakukannya. Kitab ini terdapat pula penjelasan tentang pengurusan jenazah, pembahasan shalat dan penjelasan Zakat.

Dalam kitab Safinatun Najah, syekh salim juga membahas tentang perihal puasa dan yang berkaitan dengan puasa, rukun puasa, syarat-syarat puasa. Pada hakikatnya, Syekh salim hanyalah membahas dan menulis sampai dengan masalah zakat. Pembahasan tentang puasa ditambahkan setelah itu oleh Nawawi Al-Jawi.

Nawawi Al-Jawi adalah seorang penulis kitab juga yang karyanya termasuk dengan kitab Ghayah al-muna, syarah dari Safinatun Najah yang kemudian menambahkan pembahasan mengenai haji, dan kitab Kasyifah Al-Saja yang juga merupakan syarah dari Safinatun Najah.

Baca juga Kisah Imril Qais dan Laila Majnun