Khusus bagi orang yang pernah di pesantren tentu saja tidak asing lagi dengan Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai pengarang Alfiyah Ibnu Malik dan lainnya. Kitab monumental ini memuat Qawaid ak-Lughat al-Arabiyyah atau Tata Bahasa Arab terutama di Nahwu Shorof. Nah, selengkapnya penjelasan mengenai Kitab Alfiyah Ibnu Malik ada di bawah ini.
Apa Itu Kitab Alfiyah Ibnu Malik?
Kitab Alfiyah Ibnu Malik merupakan kitab nahwu shorof secara lengkap dan tulis dengan bentuk nadhom atau syair. Mengapa dinamakan dengan Alfiyah? Sebab terdiri atas 1.0002 bait dan kitab satu ini juga sudah umum dipelajari pada pondok pesantren dengan Kitab Al-Ajurumiyah serta Imriti.
Kitab Alfiyah Ibnu Malik ini isinya mengenai kaidah gramatika di Bahasa Arab dan pengarang Alfiyah Ibnu Malik bernama Syekh Muhammad bin Abdullan bin Malik. Namun lebih sering disebut Imam Ibnu Malik di bentuk nadham. Membaca nadham Alfiyah umumnya membutuhkan waktu kurang lebih 1 ½ jam untuk bisa menyelesaikan 1.002 bait tersebut.
Nadham Alfiyah sudah jadi karya yang cukup fenomenal dan tentu saja digemari oleh para santri dan pelajar muslim sebab dapat membantu dalam memahami kaidah Bahasa Arab. Secara menyeluruh, Alfiah Ibu Malik ini isinya mengenai kaidah gramatika di Bahasa Arab dan lazim disebut dengan Nahwu Shorof.
Siapa Pengarang Kitab Alfiyah Ibnu Malik
Bagi Anda yang penasaran dengan pengarang Alfiyah Ibnu Malik, berikut ini biografinya. Ibnu Malik merupakan seorang ulama besar yang cukup dikenal sebuah kitab yang namanya Alfiyah. Sudah dilekaskan sebelumnya bahwa kitab ini berisi mengenai kaedah atau gramatika Bahasa Arab dan juga sering dipelajari di dunia pesantren hingga fakultas-fakultas secara umum. Kitab ini juga dijadikan sebagai landasan pengajaran literatur Bahasa Arab pada salah satu universitas yaitu Universitas Al- Azhar Kairo-Mesir.
Nama Lengkapnya adalah Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaludin ibnu Abdillah ibnu Malik Al-Thay. Beliau lahir di kota kecil bernama Jayyan, Spanyol dan beliau saat itu termasuk penduduk setempat yang mencintai tentang ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya mereka sibuk dalam berlomba-lomba untuk dapat mencapainya dan ada juga yang bersaing untuk menciptakan karya ilmiah.
Kisah Saat Sang Pengarang Kitab Alfiyah Ibnu Malik Dihinggapi Raja Ujub
Siapa yang tidak kenal dengan Kitab Alfiyah dan pengarangnya. Pengarang Alfiyah Ibnu Malik ini adalah seorang ulama besar yang sangat populer. Beliau dapat melahirkan kitab syarah berjilid-jilid dan juga karya yang begitu banyak. Namun dibalik itu semua, ada satu cerita menarik selama proses menulis muqaddimah nadham yang luar biasa dan masih saja dilantunkan di sejumlah pesantren dan madrasah.
وَأسْتَـعِيْنُ اللهَ فِيْ ألْفِــيَّهْ ¤ مَقَاصِدُ الْنَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ
(Dan aku memohon kepada Allah untuk kitab Alfiyah, yang dengannya dapat mencakup seluruh materi Ilmu Nahwu)
تُقَرِّبُ الأَقْصَى بِلَفْظٍ مُوْجَزِ ¤ وَتَبْسُـطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ
(Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat memberi penjelasan rinci dengan waktu yang singkat)
وَتَقْتَضِي رِضَاً بِغَيْرِ سُخْطِ ¤ فَـائِقَةً أَلْفِــــيَّةَ ابْنِ مُعْطِي
(Kitab ini menuntut kerelaan tanpa kemarahan, melebihi kitab Alfiyah-nya Ibnu Mu’thi)
Saat sampai di sini, kemudian Ibnu Malik akan menjelaskan pada pembaca jika kitabnya jauh lebih unggul dan juga komprehensif dari sebuah kitab yang merupakan buatan ulama sebelumnya yang bernama Yahya bin Abdil Mu’thi bin Abidin Nur Az-Zawawi al Maghribi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Muthi. Di kitab Hasyiyah al-Allamah Ibnu Hamdun ‘ala Syahril Makudi li Alfiyah bin Malik menjelaskan.
Kemudian Ibnu Malik melanjutkan baitnya:
فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ
(Mengunggulinya [karya Ibnu Mu’thi] dengan seribu bait,…..)
Hingga akhirnya belum sampai selesai membuat bait ini, secara tiba-tiba Ibnu Malik terhenti dan kemudian inspirasinya hilang. Karena tidak mampu lagi meneruskan baitnya yang akan dilanjutkan tadi karena tiba-tiba saja pikiran menjadi kosong dan hal seperti ini dirasakan beliau hingga beberapa hari. Sampai pada suatu waktu beliau bertemu dengan seseorang di dalam mimpinya.
Percakapan beliau dengan seseorang di dalam mimpinya kurang lebih seperti ini :
“ Aku mendengarkan kamu sedang membuat Alfiyah mengenai ilmu nahwu?”
“Benar, kata Ibnu Malik
“Sampai dimana?”
“Faiqatan laha bi alfi baitin…”
“Apa yang membuat kamu terhenti untuk meneruskan bait ini?”
“Aku tidak berdaya selama beberapa hari” ia menjawab lagi.
“Kamu ingin menyelesaikannya?”
“Iya”
Kemudian seseorang yang datang di dalam mimpinya tersebut menyambungkan bait فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ yang tadi terpotong dengan وَ اْلحَيُّ قَدْ يَغْلِبُ أَلْفَ مَيِّتٍ
(Orang hidup memang kadang dapat menaklukkan seribu orang mati)
Tenang saja, orang hidup meskipun cuma seorang akan dijamin bisa mengalahkan berapa saja banyak orang yang tidak memiliki kuasa pembelaan karena sudah mati. Nah, kalimat ini adalah sindiran kepada Ibnu Malik karena kebanggaannya pada kitab Alfiyah yang dianggapnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan kitab buatan ulama yang sebelumnya, yaitu bernama Ibnu Muthi yang sudah wafat. Ini adalah tamparan yang keras kepada Ibnu Malik dan beliau segera menanyakan.
“Apakah kamu Ibnu Muthi?”
“Benar”
Kemudian Ibnu Malik insaf dan sangat malu sehingga pada pagi harinya langsung membuang potongan bait yang belum diselesaikan dan mengganti dengan 2 bait muqaddimah.
وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً ¤ مُسْـتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ
(Beliau [Ibnu Mu’thi] lebih istimewa karena lebih awal. Beliau berhak atas sanjunganku yang indah)
وَااللهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ ¤ لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ
(Semoga Allah melimpahkan karunianya yang luas untukku dan untuk beliau pada derajat-derajat tinggi akhirat)
Pelajaran yang Dapat Diambil Dari Kisah Pengarang Alfiyah Ibnu Malik
Nah, jadi kisah di atas bisa diambil pelajaran yang baik dari kisah pengarang Alfiyah Ibnu Malik, bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat menganggap ilmunya lebih unggul dari ulama lainnya atau sebelumnya. Penjelasan Ibnu Malik di Kitab Alfiyah mungkin saja lebih lengkap serta detail dari karyanya Ibnu Muthi.
Namun, penjelasan Ibnu Muthi karya sebelumnya tetap saja dianggap lebih penting sebab memberikan dasar-dasar rintisan untuk karangan ulama selanjutnya, seperti Ibnu Malik. Di sebuah hadits disebutkan abaukum khairun mun abnaikum ila yaumil qiyamah yang artinya adalah para pendahulu lebih baik dari generasi penerusnya sampai hari kiamat.
Kisah tersebut akan mengingatkan mengenai begitu pentingnya untuk ketawaduan. Pencapaian atau prestasi yang sudah diraih meski sehebat apapun tidak boleh menyombongkan diri dengan membandingkan. Bahkan Ibnu Malik hampir ke arah tersebut dan segera membenah diri. Akhirnya karyanya dapat memberikan ilmu pengetahuan dan berkah seperti air yang terus mengalir sampai sekarang.
Jadi seperti itulah penjelasan mengenai Kitab Alfiyah, pengarang Alfiyah Ibnu Malik dan juga kisah dibalik membuat bait kitab Afiyah yang bisa memberikan banyak pelajaran kepada kita semua.