close
Dauroh Tahsin Tahfidz Ramadhan
Logo Website Annajah
Search

Pembagian Khabar dalam Ilmu Nahwu dan Contohnya

pembagian khabar

Table of Contents

Selain mubtada, khabar juga menjadi salah satu posisi yang dibutuhkan sebagai syarat jumlah ismiah dikatakan sempurna.  Namun, terkadang ada orang-orang yang keliru dalam menentukan lafadz bahasa Arab yang termasuk khabar. 

Kekeliruan ini, disebabkan akibat kurangnya pemahaman terkait beragam khabar yang ada. Penentuan khabar yang keliru akan mengakibatkan kekeliruan juga dalam memaknai kalimat. 

Untuk itu, agar tidak ada kesalahpahaman dalam memaknai bahasa Arab, mari kita tingkatkan pemahaman kita terkait materi dasar ini, ragam pembagian khabar. 

Yuk disimak!

Definisi Khabar

Khabar secara bahasa berarti berita.  Kalimat kabar dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, khabar. Seakan memberikan makna bahwa kabar itu berarti memberikan berita.

Sementara secara istilah, Syaikh Ash-Shanhaji mendefinisikan khabar:

الخبر هو إسم مرفوع مسند اليه

“Khabar adalah isimi marfu’ yang disandarkan kepadanya (mubtada)”

Pembagian Khabar

Sebagaimana yang penulis jelaskan di awal, beberapa kesalahan orang dalam memaknai Bahasa Arab itu salah satunya disebabkan karena kekeliruan menentukan khabar. 

Ada yang memahami secara simple bahwa setiap isim marfu yang setelah mubtada itu adalah khabar, padahal belum tentu begitu. Makanya, dari itu, mari kita liat ada berapa macam sih pembagian khabar ini.

1. Khabar Mufrad

Sesuai dengan namanya, mufrad artinya tunggal atau sendiri, maka khabar mufrad adalah khabar yang terdiri dari satu kalimat saja. Perlu dipahami bahwa maksud mufrad disini bukanlah bentuk kalimatnya, tetapi banyak dari kalimat tersebut.

Pembagian khabar ini diklasifikasikan menjadi dua bagian lagi, yaitu:

 a. Khabar Isim Jamid (isim yang polanya tidak bersumber dari kalimat lain).

Khabar jenis ini tidak menyimpan dhamir. Contohnya:

زيدٌ اخوك

“Zaid itu saudaramu”

  • Lafadz “اخوك” disitu berkedudukan sebagai khabar. 
  • Lafadz “اج” masuk kategori isim jamid, tidak bersumber dari kalimat lain, sehingga contoh di atas masuk dalam kategori Khabar Isim Jamid.

b. Khabar Isim Musytaq (Isim yang polanya berasal dari kalimat lain). 

Khabar kategori ini haruslah menyimpan dhamir. Contohnya:

زيدٌ قائم

“Zaid itu orang yang berdiri”

  • Lafadz “قائم” di atas menempati posisi khabar. Pola lafadz “قائم” merupakan isim fail yang berasal dari fi’il “قام- يقوم”.
  • Dengan demikian, lafadz “قائم” masuk dalam kategori Khabar Isim Musytaq.

2. Khabar Ghairu Mufrad

Dilihat dari namanya, ghairu mufrad artinya bukan tunggal atau tidak sendiri, maka Khabar Ghairu Mufrad adalah khabar yang tidak hanya terdiri dari satu kalimat saja.

Pembagian Khabar Ghairu Mufrad ini diklasifikasikan menjadi dua bagian:

a. Khabar Jumlah (Jumlah Ismiyah atau Jumlah Fi’liyah)

Jumlah kan susunan dari kalimat-kalimat dan memahamkan. Berdasarkan ini, maka khabar jumlah merupakan khabar yang terdiri dari dua kalimat atau lebih. 

Lafadz khabarnya apabila kita buka lagi ─tanpa adanya mubtada─ maka lafadz tersebut masih bisa dipahami. Contohnya:

الطالبُ علمُه كثيرٌ

“Murid itu ilmunya banyak”

Dari sini, apabila hanya ada “علمُه كثيرٌ”, maka kalimat tersebut tetap memahamkan karena kita bisa susunan mubtada dan khabar juga di dalamnya. Inilah yang menjadi jenis khabar jumlah yang pertama, yakni jumlah ismiyah.

الطالبُ يدرسُ اللغةَ الغربيةَ

“Murid itu belajar bahasa Arab”

Melalui contoh ini, jika lafadz hanya ada “يدرسُ اللغةَ الغربيةَ”, maka kalimat tersebut tetap memahamkan karena kita bisa menemukan susunan fi’il dan fail di dalamnya. 

Kategori ini menjadi jenis kedua dalam khabar jumlah, yakni jumlah fi’liyah.

b. Khabar Syibhul Jumlah (Zharaf atau Jer Majrur)

Syibhu artinya menyerupai, maka syibhul jumlah maksudnya menyerupai jumlah. Khabar Syibhul Jumlah adalah khabar yang terdiri dari minimal dua kalimat, tetapi belum bisa memahamkan.  Contohnya:

الجوّال على المكتب

“Handphone itu di atas meja”

الدرس بعد المغرب

“Pelajaran itu setelah magrib”

Lafadz yang berwarna merah tersebut, apabila kita pisahkan dengan mubtadanya, maka belum bisa memahamkan. Dengan demikian, walaupun tersusun dari beberapa kalimat, ia tidak masuk kategori khabar jumlah, melainkan khabar syibhul jumlah.

Satu Mubtada, Khabar Lebih dari satu

Kita sudah mempelajari beragam macam khabar.  Kita juga telah memahami bahwa khabar merupakan pasangan dari mubtada. 

Namun, karena khabar pasangan dari mubtada, apakah bisa jika mubtadanya satu tetapi memiliki khabar lebih dari satu? Jawabannya adalah iya.

Imam Ibnu Malik, dalam Kitab Alfiyah Bab Ibtida, menyinggung model susunan khabar yang lebih dari satu ini dalam syairnya:

وأخبروا باثنين او باكثر | عن واحد كهم سراة شعرا

“Orang-orang Arab membuat dua khabar atau lebih dari dua dengan satu mubtada, seperti lafadz (هم سراة شعراء)”

Lafadz “هم” disitu merupakan mubtada. Sementara lafadz “سراة” merupakan khabar I dan lafadz “شعراء” menduduki posisi sebagai khabar kedua.

Syarat Jika Mubtada Ingin Memiliki Khabar Lebih dari 1

Berdasarkan syair Alfiyah Ibnu Malik diatas, penggunaan khabar lebih dari satu itu diperbolehkan. Hanya saja, ada beberapa catatan dalam pengguna khabar yang lebih dari satu ini. Catatan tersebut, antara lain:

1) Khabar tidak boleh dipisah huruf athaf

Apabila terdapat dua khabar atau lebih dan makna dua khabar tersebut ingin menunjukkan makna yang satu, maka antara satu khabar dan khabar yang lain tidak boleh dipisah dengan huruf athaf. 

Contohnya:

برتقالي حلو حامد

“Jeruk itu manis-manis asam”

Lafadz “حلو حامد”, apabila dipisah dengan huruf athaf (برتقالي حلو وحامد), maka akan menimbulkan makna ganda. 

Wah athaf disitu akan merusak makna “برتقالي حلو وحامد”, seakan rasa jeruk itu ada dua, ada yang memiliki rasa manis dan ada juga yang memiliki rasa asam.

2) Khabar wajib dipisah huruf athaf

Kondisi huruf athaf wajib digunakan sebagai pemisah khabar I dengan yang lain terjadi ketika mubtada memiliki multi makna. 

Contohnya:

بنوك شاعل ومهندس ونحوي وفقيه

“Anak-anakmu itu ada yang penyair, insinyur, ahli nahwu, dan ahli fiqh”

Kalimat di atas memiliki empat khabar. Keempat khabar itu wajib dipisah dengan huruf athaf. 

Sebab, apabila tidak dipisah dengan huruf athaf akan menimbulkan makna yang keliru. Seakan, setiap anak-anak itu memiliki empat keahlian tersebut. Padahal maksud yang ingin disampaikan adalah setiap anak punya profesi atau keahlian yang berbeda-beda.

3) Khabar boleh dipisah huruf athaf

Kondisi ketiga ini, dibolehkan memilih menggunakan huruf athaf dalam khabar yang lebih dari satu, dapat digunakan apabila mubtadanya memiliki makna tunggal yang memiliki banyak sifat. 

Contohnya:

إبني شاعل ومهندس ونحوي وفقيه

“Anakku itu penyair, insinyur, ahli nahwu, dan juga ahli fiqh”

Kalimat ini berbeda dengan contoh kedua. Dalam kalimat ini, mubtadanya memiliki makna tunggal, tetapi memiliki banyak sifat. Seolah, ingin memberitahu bahwa anak itu memiliki profesi banyak, yakni penyair, insinyur, ahli nahwu dan juga ahli fiqh.

Bagaimana apakah kamu sudah paham mengenai pembagian khabar dan contohnya?

Jika belum, kamu bisa mempelajari satu per satu khabar dimulai dari khabar mufrad melalui artikel Khabar Mufrad: Definisi Fungsi dan Contohnya. Baca sekarang agar kamu mengetahui khabar mufrad lebih detail!